"Hey! I'm Eggy. Thank's for visiting ga je Blog! Please have a seat and make yourself comfy while reading my blog."

Selasa, 30 Desember 2014

Empati

Empati? Apa itu?

Empati mirip perasaan simpati, akan tetapi tidak semata-mata perasaan kejiwaan saja, melainkan diikuti perasaan organisme tubuh yang sangat dalam. Contoh bila sahabat kita orangtuanya meninggal, kita sama-sama merasakan kehilangan.

Empati, adalah melakukan sesuatu kepada orang lain, dengan menggunakan cara berpikir dari orang lain tersebut, yang menurut orang lain itu menyenangkan, yang menurut orang lain itu benar. Jadi, apa yang menurut Anda suatu kebaikan, bisa saja sebenarnya malah mengganggu orang lain.

Menurut Ubaydillah (2005) empati adalah kemampuan kita dalam menyelami perasaan orang lain tanpa harus tenggelam di dalamnya. Empati adalah kemampuan kita dalam mendengarkan perasaan orang lain tanpa harus larut.

Empati adalah kemampuan kita dalam meresponi keinginan orang lain yang tak terucap. Kemampuan ini dipandang sebagai kunci menaikkan intensitas dan kedalaman hubungan kita dengan orang lain (connecting with). Selain itu Empati merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam melakukan hubungan antar pribadi dengan coba memahami suatu permasalahan dari sudut pandang atau perasaan lawan bicara. Melalui empati, individu akan mampu mengembangkan pemahaman yang mendalam mengenai suatu permasalahan. Memahami orang lain akan mendorong antar individu saling berbagi. Empati merupakan kunci pengembangan leadership dalam diri individu.

Dunia yang semakin global dan ekonomi pasar yang penuh dengan persaingan ketat membuat tenggang rasa dan empati sosial masyarakat semakin rendah. Itu kenapa seringkali terjadi konflik sosial di masyarakat. Salah satu upaya yang dapat mencegah meluasnya dan meminimalkan dampak negatif dari globalisasi adalah mensosialisasikan rasa empati sejak dini. Keluarga adalah struktur sosial terkecil yang mampu membentengi patologi sosial yang terus menggejala khususnya masyarakat Indonesia.

Secara naluriah anak sudah mengembangkan empati sejak bayi. Awalnya empati yang dimiliki sangat sederhana, yakni empati emosi. Misalnya pada usia 0-1 tahun, bayi bisa menangis hanya karena mendengar bayi lain menangis, barulah di usia 1-2 tahun, anak menyadari kalau kesusahan temannya bukanlah kesusahan yang mesti ditanggung sendiri. Walaupun demikian, rasa empati pada anak harus diasah. Bila dibiarkan rasa empati tersebut sedikit demi sedikit akan terkikis walau tidak sepenuhnya hilang, tergantung dari lingkungan yang membentuknya.

Banyak segi positif bila kita mengajarkan anak berempati. Mereka tidak akan agresif dan senang membantu orang lain. Selain itu empati berhubungan dengan kepedulian terhadap orang lain, tak heran kalau empati selalu berkonotasi sosial seperti menyumbang, memberikan sesuatu pada orang yang kurang mampu. Empati berarti menempatkan diri seolah-olah menjadi seperti orang lain. Mempunyai rasa empati adalah keharusan seorang manusia, karena di sanalah terletak nilai kemanusiaan seseorang. Oleh karena itu, setiap orang tua wajib menduplikasikan rasa empati kepada anak-anaknya.

Yap. Kira-kira seperti itu.

Gue gak tau apa masih bisa gue ngerasain empati ke orang lain?

Bertahun-tahun gue ditindas, disisihkan, dipisahkan, diasingkan. Adakah yang merasa empati terhadap gue? Nope. Hidup membuat gue melupakan rasa empati. Kenapa gue sedih saat mereka berlaku tidak adil ke gue? Karena gue peduli. Hidup mengajarkan gue untuk tidak terlalu peduli dengan orang lain. You know, "Like i give a shit." Mereka gak mau ada gue di hidup mereka? Mereka gak mau ada gue di deket mereka? Mereka gak mau liat gue? Mereka gak mau jadi temen gue? I don't give a shit. Persetan. Toh mereka juga yang bakalan ribet sendiri. Hidup telah mengajarkan gue untuk tidak peduli dengan orang lain. Cuek. Bodo amat. Bahkan jika gue ngeliat ada kecelakaan di jalan, gue bisa aja ngelewatin mereka tanpa nolong. Tanpa merhatiin. Tanpa peduli.

Hidup telah membuat gue jadi manusia berhati robot.

Dan sekarang gue marah. Marah karna gue gak tau cara berempati. Mungkin tau. Cuma lupa. Gue pengen jadi manusia lagi. Gue pengen punya hati lagi. Era dimana gue disisihkan telah lewat. Ada orang-orang yang menganggap gue berharga sekarang. Ada orang yang bener-bener sayang sama gue sekarang. Gue pengen peduli. Gue pengen punya rasa peduli lagi.

Gue harap gue bisa berempati lagi ke orang lain. Ke orang-orang yang sayang sama gue terutama. Gue mau belajar cara berempati. Siapa saja, tolong ajarin gue.

Cetak miring:

Senin, 29 Desember 2014

Finally

Finally, penantian panjang telah berakhir. Walau eksekusinya agak berantakan, tapi gue cukup puas. "Not bad," she said. Gue tau tuhan punya rencana.

Setelah kode 'Kijang satu' dilontarkan dari mulutnya. Gue pun langsung susun rencana penyerangan. Ngumpulin amunisi. Membentuk aliansi. Menentukan medan perang. Menentukan waktu yang tepat untuk melakukan penyerangan.

DUA belas. TIGA belas. DUA puluh TIGA. Cukup menarik buat gue. Kebetulan bertepatan juga dengan rencana lain. Pagi-pagi sekali, gue berangkat menuju medan perang. Pilihan yang gue punya cuma menang. Dan mati mutlak jadi resikonya.

Di atas menara pandang. Di tengah hamparan bunga. Dengan setangkai mawar merah. Berlutut. Cukup romantiskah eksekusinya? Entahlah, gue gak tau romantis itu yang seperti apa. Seperti siapa.

Altophobia menjadi rintangan terbesar gue. Jantung makin berdebar. Keringat membanjiri seluruh bagian tubuh. Kepala terasa pening seakan ada gada raksasa yang menghantam berulang kali. Terduduk. Lemas terkulai. Gak sanggup gue berdiri. Jika gue maksain untuk berdiri, rasanya kayak melayang dan jatuh dari ketinggian 10.000 meter. Mulut terasa kering, tak mampu bersuara. Gue rasa gue harus ke toilet. Enggak. Gue adalah laki-laki. Anak pertama dari dua bersaudara. Gue udah dilatih untuk berani membela apa yang gue yakini. Gue bisa lawan semua rasa takut gue. I can face it. Fuck you phobia, i had a mission here.

Then, she said, "Yes."

For god sake, she said yes. What now? Blank. Detak jantung normal. Namun melemah perlahan. Keringat terasa sangat dingin. Pandangan kosong. Gak ada bagian tubuh yang mampu gue gerakkan. Bergeser 1 senti pun gue gak mampu. Terciptalah sebuah patung batu maha berat yang 100 kuli pun gak akan kuat menggesernya. Sangat bertolak belakang dengan kodisi fisik. Pikiran gue melayang-layang. Jauh. Tinggi. Tepat diantara bintang-bintang. Persetan dengan tanah. Gue terbang.

"Hey, come on, wake up. This is not a dream." Dia nampar gue pelan.
"Hah?" Gue sadar. Fisik dan pikiran bersatu lagi. "Aaaaaaaaw!" Dia cubit pipi gue.
"Sakit?"
"Iya."
"This is not a dream. This is real."
"Umm, jadi, apa sekarang kita ......... ?"

"Yes, of course." Then she smiling to me.

I'm feel blessed. Thanks god. For blessing me. Blessing my plan. Blessing my will. I hope you're blessing us. Blessing our relationship. Until the death take us.

Oh tuhan, maaf selama ini aku telah marah. Berprasangka buruk. Meragukanmu. Meragukan kuasamu. Aku cuma bingung. Panik. Karna kau tak kunjung menjawab doaku. Sekali lagi maaf.

"Can i hug you?" tanya gue.
"Sure."

Gue peluk erat-erat sebagai hadiah dari tuhan karna gue sanggup bersabar. Karna gue sanggup bertahan. Bertarung tanpa memukul. Sekarat. Hampir mati karna babak belur.

"Ugh, punggung! Remuk dah. Kamu lebih seneng kalo aku utuhkan?"
"Hehehehe iyaaa, maaf."
"Makasih mawarnya."
"Iyaa, sama-sama."

Kami turun dari menara pandang. Berkeliling. Dengan nafas baru. Lebih ringan. Lebih nyaman dihirup.

"Wanna walk around?" tanya gue.
"Yes." Dia menjawab tanpa ragu.

*Ckrek*

Seseorang mengambil foto kami dari belakang. Dari jauh. Seorang aliansi yang gue percaya. 

Thanks dude. Mission accomplished.




Sabtu, 06 Desember 2014

Saat Tuhan Berkhianat

Umm, i dunno. Gak ngerti gue harus apa. Gak tau juga post gue kali ini layak konsumsi atau enggak. Atau mungkin nanti blog gue ini bakal dicekal karna judulnya atau karna isinya.

Setelah melewati 2 hari yang terbilang cukup epic, hari ini gue jatoh. Bener-bener jatoh.
Bener-bener gak epic. Anti-klimaks. Taik. Terima kasih TUHAN.

Dimulai dari pagi yang tidak mengenakan karna baru bangun tidur udah diomel-omelin orang tua. Biasa, suka pada tiba-tiba sensi. UTS yang nyaris banget gagal. Di bully dulu sama temen-temen seband gara-gara gak ikut seru-seruan bareng di sebuah event. Latihan band gak konsen dan berujung di bully lagi sama yang lain. Sampe akhirnya, "diusir" sama seseorang yang gue anggap spesial banget. Okay, gue biasa aja sama yang awal-awal. Tapi yang terakhir? "Diusir" coy, disuruh pergi. Haaahh, gak ngerti lagi gue harus apa.

Bertahun-tahun gue babak belur digebukin kenyataan, sampe akhirnya gue keabisan tenaga buat berdiri. Tinggal nunggu K.O nya aja ini sih. Bertahun-tahun diiming-imingi kemenangan oleh tuhan. Bertahun-tahun disemangati oleh tuhan. Sungguh kenyataan yang menyedihkan karna tuhan gak pengen gue menang. Sungguh tragedi paling keji karna tuhan TAU gue gak akan pernah menang, tapi dia tetep support. Ironis. Lalu, apa yang dilakukan tuhan sekarang? Ketawa. Yoi, cuma ketawa. Ngetawain gue yang dengan gobloknya berkali-kali dikibulin tapi tetep percaya. Keparat ini emang gak pernah puas kalo becanda sama gue. Gak ngerti gue juga. Mungkin dia humoris.

Haaaahhhh, entahlah. Gak usah panjang-panjang post kali ini, gak penting juga. Gak mutu. Gak layak konsumsi. Mungkin gak lama lagi gue bakal dihukum tuhan karna post gue ini. At least, ormas agamalah. Yaudah, sekian post gue kali ini. Buat kalian yang udah mau mampir ke ga je blog!, makasih yaa. Sampai ketemu di post gue selanjutnya. Bye~

Pengen Punya Mobil